Judul:
Memecah Pembisuan: Tuturan Peyintas Tragedi ’65-‘66
Penyunting:
Putu Oka Sukanta
Penerbit:
Lembaga Kreatifitas Kemanusiaan (LKK) atas dukungan ICTJ dan Yayasan TIFA, 2011
Tebal: xviii
+ 315 halaman
ISBN:
978-602-99858-0-1
Tuturan 15 penyintas tragedy
1995/1996 ini hanya segelintir dari ratusan bahkan mungkin ribuan kisah
penindasan yang sangat kejam terhadap eksistensi kemanusiaan. Puluhan tahun
selama Orde Baru, mereka memendam luka, membungkam fakta atas kejahatan yang
terjadi pada masa itu. Buku Memecah
Pembisuan menguak kebenaran yang selama ini dibungkam. Kisah dari Medan,
Palu, Yogyakarta, Jakarta, Bali, Kupang dan Pulau Sabu membuka sejarah baru.
Kesaksian para saksi hidup yang
menjadi korban kekejaman sebuah rezim menyadarkan, betapa dahsyatkejadian itu
menerpa kehidupan orang-orang yang menjadi korban. Penyiksaan fisik dan psikis
berlangsung secara sadis-diharuskan bekerja paksa, dipenjara dengan
sewenang-wenang, diperkosa, anak-anak tercerai-berai dari ibunya, dan seribu
satu macam penderitaan pahit lain. Seorang pengurus Gerwani (cabang Makasar)
sempat ditahan bersama bayinya. Demi keselamatan, dia tawarkan bayinya kepada
seorang istri tentara. Lima belas tahun kemudia, dengan penuh perjuangan,
akhirnya ia bisa bertemu kembali dengan anaknya.
Karena ketidaktahuan, peristiwa G30S
menjadikan banyak keluarga sulit menjalankan kehidupannya dan terbelenggu oleh
stigma yang dituduhkan walaupun belum teruji kebenarannya. Reformasi 1998
membuka kesempatan untuk pengungkapan kejahatan pada masa lalu dan memperbaiki
tatanan kehidupan demi sebuah masyarakat yang dibangun berdasarkan kebenaran
dan keadilan.
(DEW/LITBANG
KOMPAS)
Sumber: (Koran KOMPAS,
Minggu, 9 Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar